Rabu, 22 Jun 2011

Kejarlah redho allah...bukan redho manusia..

Muawiyah menulis surat kepada Aisyah r.a, “Tulislah surat yang berisi nasehat untukku dan jangan terlalu panjang!” Maka Aisyah r.a. menulis surat kepada Muawiyah, “Salamaun ‘alaika, Amma ba’du, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa mengejar ridha Allah meskipun manusia marah, niscaya Allah akan mencukupkannya dari ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa mengejar ridha manusia dengan kemarahan Allah, niscaya Allah akan menyerahkannya kepada manusia. Wassalamu’alaikum’,” (Shahih, HR at-Tirmidzi: 2414]).

Kandungan Bab:

1. Wajib mengesakan Allah dalam rasa takut dan takwa. Karena seorang insan pasti menghindarkan diri dari beberapa perkara dan takut kepadanya. Walaupun dia seorang raja yang ditaati. Jika ia tidak bertakwa kepada Allah dan takut kepada-Nya maka ia akan takut kepada makhluk.

2. Manusia tidak akan sama rasa cinta dan benci mereka. Bahkan bisa jadi seseorang menyukai ini sementara yang lain membencinya. Tidak akan mungkin membuat ridha mereka semua. Karena itulah imam asy-Syafi’i berkata, “Kepuasan seluruh manusia adalah suatu cita-cita yang tidak mungkin dapat dicapai. Hendaknya engkau tetap memperhatikan perkara yang dapat memperbaiki keadaanmu dan sertailah ia selalu. Dan tinggalkanlah yang selain itu, janganlah engkau mengurusnya.”

3. Membuat puas makhluk bukanlah suatu perkara yang ditetapkan dan diperintahkan.
Membuat makhluk puas tidaklah berguna sedikitpun di sisi Allah Ta’ala. Jika seseorang hamba bertakwa kepada Allah SWT Dia akan mencukupkannya dari manusia. Jika tidak maka Allah akan menyerahkan urusannya kepada dirinya sendiri dan kepada manusia. Oleh karena itu membuat Allah ridha adalah tujuan yang tidak boleh ditinggalkan. Maka peganglah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan ini dan tinggalkan sesuatu yang tidak mungkin tercapai.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/393-395

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

MENERAJUI KESEJAHTERAAN SELANGOR